Thursday, July 12, 2012

karapan kebo-Sumbawa Besar

"Ala e sai nongka tan Makatoan lako aku Sa nya baing Gila Roda."  Demikian sepenggal bait "Lawas Ngumang" yang artinya 'siapakah yang belum mengenal tanyakan padaku, inilah pemilik kerbau Gila Roda (nama kerbau juara balapan)'.

"Lawas Ngumang" (sejenis puisi tradisi khas Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat) itu ditembangkan seorang pria dengan lantang sambil mengacungkan mangkar (cambuk khas Sumbawa yang khusus digunakan untuk menghalau kerbau pada saat barapan kebo.
Ngumang dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan kegembiraan karena telah menang dalam barapan kebo (balapan kerbau). Ngumang juga bertujuan untuk memberikan semangat kepada peserta sekaligus memperkenalkan diri kepada penonton.
 karapan kebo merupakan tradisi masyarakat agraris Sumbawa termasuk Sumbawa Barat yang hingga kini masih hidup di "Tana Samawa" (nama lain Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat). Tradisi ini digelar masyarakat Suku Samawa setiap menjelang musim tanam.

Selain sebagai pesta menyambut datangnya musim tanam yang digelar besar-besaran pada lahan sawah yang akan ditanami. Tradisi adu cepat kerbau yang kerap digelar di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat ini juga diselenggarakan untuk mengolah tanah sawah agar mudah ditanami.
HL Muhadli, budayawan yang juga Ketua Lembaga Adat Sumbawa Barat, mengatakan, tradisi barapan kebo diwarisi secara turun-temurun oleh masyarakat Sumbawa yang merupakan kebiasaan warisan leluhur Suku Samawa. Awalnya, tradisi ini dilaksanakan sebagai penghibur ketika musim hujan tiba yang selalu diikuti dengan musim tanam padi.

Saat hujan turun, sawah-sawah digenangi air. Pada saat inilah para petani mulai berbondong-bondong mengolah sawah-sawah mereka untuk ditanami, mulai dari membersihkan rumput dan tanaman liar lain, hingga menggemburkan tanah sawah dengan cara membajaknya. Kerbau menjadi hewan utama untuk membantu petani membajak sawah.

Masyarakat kemudian berbondong-bondong membawa ternak kerbau mereka, turun ke sawah-sawah. Kegiatan membajak sawah tentulah merupakan kegiatan yang melelahkan. Karena itu, dalam kondisi fisik yang lelah dan jenuh, para petani membutuhkan hiburan.

Naluri seni masyarakat pun akhirnya menginspirasi kegiatan hewan-hewan ini untuk dijadikan hiburan sebagai wujud kegembiraan pada musim tanam padi. Tradisi ini kemudian menjadi pesta rakyat yang dikenal dengan barapan kebo. Kerbau-kerbau yang sebelumnya berfungsi hanya untuk membajak sawah ini akhirnya menjadi penghibur bagi masyarakat.

Pada sawah-sawah yang hendak ditanami, secara bergantian kerbau-kerbau milik masyarakat akan beradu cepat dari satu sawah ke sawah lainnya. Kegiatan ini terus dilakukan secara turun-temurun dan menjadi budaya atau tradisi bagi masyarakat Samawa. Setelah fungsinya tidak lagi hanya membajak sawah, tetapi sebagai hiburan, kegiatan ini dipoles dengan cita rasa seni masyarakatnya.

Menurut Muhadli, hewan yang dikenal lamban ini pun akhirnya diadu untuk bisa berlari cepat saling mendahului satu sama lainnya. Dalam perkembangannya, untuk lebih menertibkan jalannya kegiatan adu cepat kerbau ini karena telah berfungsi pula sebagai hiburan, maka dibuatlah aturan pertandingannya.
Demikian awal dari tradisi barapan kebo yang hingga kini masih tetap digelar "tau Samawa" (orang Sumbawa). Bahkan kini tradisi ini menjadi salah satu daya tarik wisata, baik di Kabupaten Sumbawa maupun Sumbawa Barat.

No comments:

Post a Comment