Penyakit diabetes (tipe 1 dan tipe 2) ternyata tidak hanya dapat
menimbulkan masalah serius pada kesehatan fisik. Gangguan pada kadar
gula darah ini juga ternyata dapat memengaruhi emosi, yang pada
gilirannya mengacaukan pengendalian diabetes itu sendiri.
Riset terbaru para ilmuwan di Amerika mengindikasikan, melonjaknya kadar gula darah secara ekstrim dapat menyebabkan perubahan mood
yang signifikan. Bahkan, temuan juga menunjukkan bahwa perubahan kadar
gula darah yang sering (disebut variabilitas glikemik) juga dapat
mempengaruhi kondisi dan kualitas hidup pasien diabetes.
Penyakit
diabetes, terutama tipe 2, sejak lama dikaitkan dengan depresi. Tetapi
sejauh ini, belum jelas bagaimana keduanya saling memengaruhi. Apakah
depresi memicu diabetes atau diabetes menyebabkan orang mengalami
depresi. Penelitian terbaru pada pasien diabetes tipe 1 menemukan, kadar
gula darah yang melonjak pada satu jangka waktu tertentu dapat memicu
produksi hormon terkait dengan perkembangan depresi.
"Saya pikir
sangat penting untuk menyadari bahwa dari waktu ke waktu pasien dengan
diabetes akan mengalami suatu krisis. Anda akan mengalami hari-hari di
mana Anda merasa sangat jengkel, frustrasi, sedih, penyangkalan dan
lelah secara fisik," tambahnya.
Solowiejczyk, yang juga pengidap
diabetes tipe 1, mengatakan diabetes tidak hanya meningkatkan risiko
komplikasi yang serius, tetapi diabetes yang tak terkontrol dapat
memperburuk depresi, sehingga menciptakan lingkaran setan.
Selain peningkatan risiko depresi, diabetes juga dapat mempengaruhi suasana hati (mood)
bahkan dari hitungan menit. Misalnya, seseorang yang mengalami gula
darah rendah bisa tiba-tiba menjadi mudah marah, bahkan agresif, dan
dapat bertindak layaknya orang mabuk.
Kadar gula darah yang
kelewat rendah (dikenal dengan istlah hipoglikemia) terjadi ketika
seseorang menggunakan terlalu banyak insulin atau tidak mendapat cukup
asupan makan. Melakukan olahraga, mengurangi asupan alkohol dan penyebab
lain dapat menurunkan kadar gula darah secara tak terduga.
Masalahnya,
lanjut Solowiejczyk, "otak beroperasi sepenuhnya pada glukosa. Bila
Anda tidak memiliki cukup glukosa, fungsi kognitif Anda tidak bekerja
dengan baik. Ini adalah respon fisiologis bukan respon emosional,"
ungkapnya.
Dr Vivian Fonseca dari American Diabetes Association,
mengatakan, reaksi hiperglikemia (kadar gula darah kelewat tinggi) dapat
memengaruhi tingkat kecemasan dan suasana hati pasien diabetes.
"Hiperglikemia
dapat mempengaruhi kemampuan Anda berkonsentrasi dan bisa membuat Anda
merasa kesal," kata Solowiejczyk. "Setiap perubahan dalam gula darah di
luar rentang normal membuat Anda merasa aneh dan tidak nyaman,"
tuturnya.
Sebuah penelitian kecil pada edisi April dalam jurnal Diabetes Technology & Therapeutics
menemukan, fluktuasi kadar gula darah pada wanita pengidap diabetes
tipe 2 berkaitan dengan kualitas hidup yang lebih rendah dan suasana
hati (mood) yang negatif.
No comments:
Post a Comment