Sejarah Pulau sumbawa
Pulau Sumbawa adalah salah satu pulau besar di Provinsi NTB yang telah dibentuk berdasarkan Undang-Undang nomor 1958.
Letak geografisnya adalah antara 116’ ; 42’ sam[ai 119 ; 05’ bujur
Timur dan 80 ; 00 sampai 90 ; 71 Lintang Selatan, dibatasi di sebelah
Utara oleh Laut Flores, di sebelah Selatan samudra Hindia / Indonesia,
disebelah Barat oleh Selat Alas dan sebelah timur oleh selat Sape.
Sebelum digabungkan dengan Pulau Lombok menjadi satu provinsi NTB, pulau
Sumbawa merupakan salah satu bagian dari Provinsi Nusa Tenggara yang
sebelum tahun 1950 bernama Provinsi Sunda Kecil, besama dengan pulau
Bali, Lombok, Sumba, Flores dan Timor Kepulauannya.
Pulau – pulau
yang tergabung dalam provinsi Nusa Tenggara tersebut kemudian dibentuk
dengan Undang-undang yaitu lembaran Negara Hindia Belanda ( Stb. 143
tahun 1946 ) menjadi “Daerah” yaitu daerah Bali, Daerah Lombok, Daerah
Sumbawa, Daerah Sumba, Daerah Flores, dan Daerah Timor dan Kepulauannya.
“Daerah” tersebut memperoleh penyerahan kekuasaan / urusan – urusan
dari Swapraja – Swapraja yang ada di dalam daerah Masing – masing.
Sedangkan Pemerintahan Daerah terdiri dari kepala Daerah dan Dewan Raja –
raja.
Pulau – pulau yang tergabung dalam provinsi Nusa Tenggara
tersebut kemudian dibentuk dengan Undang-undang yaitu lembaran Negara
Hindia Belanda ( Stb. 143 tahun 1946 ) menjadi “Daerah” yaitu daerah
Bali, Daerah Lombok, Daerah Sumbawa, Daerah Sumba, Daerah Flores, dan
Daerah Timor dan Kepulauannya. “Daerah” tersebut memperoleh penyerahan
kekuasaan / urusan – urusan dari Swapraja – Swapraja yang ada di dalam
daerah Masing – masing. Sedangkan Pemerintahan Daerah terdiri dari
kepala Daerah dan Dewan Raja – raja.
Hal ini dilaksanakan sebelum
berlakunya Undang-Undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 tahun 1950.
Perjanjian penyerahan kekuasaan / urusan – urusan dari Swapraja –
Swapraja kepada Daerah yang ditandatangani oleh Dewan Raja – Raja
tersebut yang kemudian dikenal dengan nama daerah Statuta, merupakan
dasar hukum dari pada Otonomi Daerah yang lazim dicantumkan dalam
Undang-Undang Pembentukan Daerah.
Daerah Statuta Pulau Sumbawa
dibentuk dengan Undang-Undang Federasi Pulau Sumbawa yang ditetapkan
oleh Raja-Raja di Pulau Sumbawa pada tanggal 23 Agustus 1948. Kemudian
dengan berlakunya UU NIT Nomor 44 Tahun 1950 (Stb. Nomor 44 tahun 1950)
maka daerah tersebut diatas menjadi daerah menurut UU NIT Nomor 44 tahun
1950 yang selanjutnya sejauh mungkin disesuaikan dengan UU Nomor 22
tahun 1948 ( yang berlaku untuk bekas wilayah RI Yogyakarta serta Daerah
–daerah lain yang tidak termasuk wilayah Indonesia Timur, akan tetapi
mengenai otonominya ’daerah’ tetap lebih luas daripada Kabupaten di
Jawa.
Menurut catatan resmi dari Kantor Gubernur Nusa Tenggara di
Singaraja, keinginan rakyat mengenai pembagian daerah Nusa Tenggara
menjadi Daerah Swatantra Tingkat I adalah sama dalam tuntutan
maksimalnya, yaitu : semua keinginan agar masing- masing daerah pulau
dijadikan Daerah Swatantra Tingkat I.
Alasan mereka pada dasarnya
sama dan sederhana, yaitu agar daerahnya pesat maju dalam pembangunan,
karena menurut pengalaman pada waktu itu daerah yang dekat dengan pusat /
ibukota pemerintahan lebih pesat dalam hal pembangunan dari pada daerah
yang jauh dari pusat / ibukota pemerintahannya.
Tetapi akhirnya
DPR – RI memutuskan Nusa Tenggara menjadikannya 3 Daerah Swantantra
Tingkat I, yaitu Bali berdiri sendiri, NTB terdiri dari pulau Lombok dan
Pulau Sumbawa, dan NTT terdiri dari pulau Sumba, Pulau Flores, dan
Pulau Timor dan Kepulauannya, sebagaimana termuat dalam UU nomor 64
tahun 1958.
Ditinjau dari segi sejarah, di pulau Sumbawa sejak 500
tahun yang lalu telah berjalan pemerintahan kerajaan yang
berkesinambungan dari abad 14 sampai dengan abad 20 yaitu kerajaan Bima,
Dompu, dan Sumbawa. Masing-masing kerajaan mempunyai kesatuan
pemerintahan Adat dan perangkatnya dan wilayah kekuasaannya meliputi
batas wilayah Kabupaten sekarang ini.
Dari tradisi tulis menulis
tersimpan sampai sekarang di Bima dokumen naska-naskah lama yang
tercatat kegiatan pemerintahan yang tertib dan demokratis, sejarah
kebudayaan mulai jauh sebelum kedatangan agama Islam sampai dijalankan
pemerintahan menurut Agama Islam dan adat setempat. Termasuk pula
hubungan interaksi antar daerah dengan daerah-daerah lain seperti
Makasar, Kalimantan, Jawa, Sumatera Dll.
Keandaan ini yang
ditemukan oleh VOC ( Belanda ) waktu pertama kali datang ke Bagian Timur
Indonesia tahun 1667 yang disambut dengan perlawanan dan pertempuran
yang pada suatu saat mengakibatkan dibuatnya perjanjian politik dengan
para Raja-raja di Pulau Sumbawa ( yang setelah beragama Islam disebut
Sultan ) dengan pengakuan kedaulatan Raja atas Wilayahnya sendiri,
berhak menjalankan pemerintahan dan hukumnya sendiri. Perjanjian /
kontrak ini tetap berlaku dengan pembaharuan dan perubahan sampai dengan
terakhir diperbaharui pada tanggal 13 Desember tahun 1938 ( kontract
met Bima En Sumbawa ).
Pada saat – saat menghadapi VOC ketiga
kerajaan di Pulau Sumbawa tetap bersatu dan bersama – sama menghadapi
tantangan dan cobaan yang dilontarkan oleh pihak luar dan secara berkala
mengadakakan hubungan kunjungan – kunjungan, musyawarah dan bahkan
sejak beberapa abad menjalin hubungan keluarga kawin mengawin / antar
keluarga raja maupun warga masyarakat.
Ketiga daerah Swapraja di
Pulau Sumbawa adalah daerah yang disebut daerah zelfbestuur ( daerah
berpemerintahan sendiri ) yang tidak langsung diperintah oleh Pemerintah
Hindia Belanda di dalam istilah pemerintahan digolongkan yang dinamakan
dengan indirect Bestuurs-Gebied yang tetap diperlakukan sampai
dihapusnya status daerah Swapraja dengan UU Nomor 1 tahun 1957.
Kerajaan
– kerajaan lain yang pernah ada di pulau Sumbawa adalah kerajaan Pekat
dan Tambora, hilang / hapus setelah meletusnya Gunung Tambora pada tahun
1814 dan Kerajaan Sanggar digabungkan ke Kerajaan Bima pada tahun 1929,
sebagai ganti daerah Manggarai di Flores yang dimasukkan ke wilayah
Pulau Flores